Contoh Editorial
 
       Data dan Fakta versus Kata-Kata


  DEBAT merupakan bagian dari kampanye yang menjadi hak para calon untuk meyakinkan publik agar memilih mereka. Ketika masa kampanye yang dihelat mulai September silam terlalu bising oleh sensasi ketimbang mengedepankan substansi, debat ialah arena yang pas bagi kandidat untuk benar-benar menyampaikan pesan dan membangun kesan.

   Karena itu, amatlah tepat jika calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto memanfaatkan betul arena debat sebagai alat untuk memikat rakyat. Setelah tak tampil sesuai ekspektasi publik di debat pertama, 17 Januari lalu, di debat kedua di Hotel Sultan, Jakarta, tadi malam, keduanya tampil lebih meyakinkan.
Berbeda ketimbang debat pertama, debat kali ini juga lebih berisi. Sebagai calon pertahanan, Jokowi terlihat sangat menguasai persoalan energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup yang menjadi tema debat. Dia lancar memaparkan segala hal yang sudah dilakukan sekaligus membeberkan apa yang akan ditingkatkan.

   Nilai plus lainnya, Jokowi juga tangkas menangkis serangan lawan lalu menyerang balik dengan data yang valid dan berbasiskan fakta, tidak sekadar asumsi apalagi merujuk pada data abal-abal. Dia benar-benar bicara substansi dan esensi sehingga berulang kali Prabowo mau tidak mau harus mengakui prestasi Jokowi.

  Prabowo pun sebenarnya tampil lebih baik daripada di debat pertama. Hanya, dia masih kerap berkutat pada retorika, pada kata-kata, seperti yang sering disampaikan sebelumnya.
Kita menyambut baik pelaksanaan debat kedua yang lebih berkualitas.

   Perubahan mekanisme dan format, salah satunya dengan tidak lagi ada bocoran kisi-kisi pertanyaan kepada setiap calon, harus kita akui membuat debat lebih hidup. Debat semakin seru karena kedua capres diberi keleluasaan untuk saling mengajukan pertanyaan dalam segmen tarung bebas.

  Benar bahwa lantaran keterbatasan waktu, Jokowi dan Prabowo tak bisa mengeksplorasi seluruh ide dan gagasan mereka. Namun, setidaknya publik telah memiliki gambaran perihal kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan jika mereka mendapatkan amanah untuk memimpin Republik lima tahun ke depan.
Juga benar bahwa debat pertama tak signifikan sebagai rujukan publik dalam menentukan pilihan.
 
     Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terhadap 2.200 responden, hanya 50,6% yang mengaku menonton debat. Debat juga tak terlalu berpengaruh terhadap referensi mereka dan hanya 5,8% yang mengaku mengubah pilihan mereka atau hanya 2,9% secara populasi. Posisi head to head elektabilitas pun tak banyak berubah dengan keunggulan Jokowi lebih dari dua digit atas Prabowo.

  Namun, debat tetaplah punya manfaat. Ketika pilpres semakin mendekati hari-H, ketika kontestasi masih saja berkutat di isu-isu receh, ia bisa menjadi pembeda. Debat harus kita pastikan menjadi magnet tersendiri bagi pemilih untuk menggunakan hak pilih. Apalagi, persentase pemilih yang masih ragu atau swing voters dan yang belum menentukan pilihan alias undecided voters masih terbilang besar.

  Panggung debat tidak akan sia-sia jika para kontestan memandangnya sebagai kesempatan yang sangat berharga. Dua kali debat sudah dijalani dan masih ada tiga lagi untuk dijalani. Kita berharap penampilan kedua pasangan capres-cawapres semakin memikat di debat-debat berikutnya sehingga publik kian bersemangat menggunakan hak pilih dan menjatuhkan pilihan kepada calon yang memang punya kapabilitas membuat Indonesia semakin hebat.

Semoga menambah wawasan😊

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Artikel meningkatkan daya ingat dan konsentrasi